Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dua sumber hukum Islam yang menjadi pegangan
hidup umat Islam. Allah sendiri yang akan menjaga al-Qur’an dari pengubahan,
penambahan atau pengurangan, walaupun hanya satu huruf atau satu harakat saja.
Begitu pula dengan As Sunnah (al-Hadits)
sebagai penjaga makna atau penjelas al-Qur’an juga akan terjaga. Maka tidak ada
seorangpun di ujung dunia yang membuat-buat hadits dusta kecuali akan terkuak
kepalsuannya.
Hadits terjaga dengan adanya sanad hadits. Dengan sanad itulah para ulama
ahli hadits bisa membedakan manakah hadits shahih, hadits dhaif
(lemah) dan hadits maudhu’ (palsu). Sanad adalah susunan orang-orang
yang meriwayatkan hadits. Para periwayat tersebut diperiksa satu persatu secara
ketat tentang riwayat hidupnya, apakah ia seorang jujur ataukah pendusta,
hafalannya kuat ataukah lemah dan pemeriksaan ketat lainnya. Jika seluruh rawi
dalam sanad hadits lulus pemeriksaan maka hadits tersebut berstatus shahih yang
wajib kita jadikan pegangan hidup. Dan dengan demikian tersingkaplah
hadits-hadits palsu bikinan para pendusta yang sengaja membuatnya untuk merusak
agama Islam. Hanya orang-orang jahil saja yang bisa tertipu oleh mereka.
Bagaimana Kita Menyikapi Hadits?
Sebagaimana kita bersikap ilmiah dalam perkara-perkara dunia maka kita juga
harus bersikap ilmiahlah dalam perkara agama. Jangan mengambil sebuah hukum
atau syariat yang bersumber dari hadits lemah apalagi hadits palsu. Atau
ikut-ikutan menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu tanpa menjelaskan status
hadits itu. Bahkan ada yang dengan mudahnya mengatakan: “Hadits shahih!”
padahal hadits tersebut palsu. subhanallah!! Perbuatan seperti ini telah
diancam dalam sebuah hadits yang mulia, “Barang siapa yang sengaja berdusta
atas namaku maka hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka.” (HR.
Bukhari juz 1 dan Muslim juz 1). Hadits ini statusnya shahih dan
mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan). Betapa banyak hadits lemah dan
palsu yang beredar di kalangan umat Islam karena mereka tidak selektif dalam
mendengar dan mengambil hadits, akibatnya adalah munculnya masalah dan
penyimpangan dalam kehidupan bermasyarakat, beribadah, berakhlak dan berakidah.
Wallahul musta’an!
Posting Komentar