Katanya Mau Menjadi Lebih Baik dalam Bulan Ramadhan
??? Tapi kok Malah Mengamalkan Hadits yang Dho'if ???
Jika : Dalam satu perkara, kita dihadapkan pada dua hadits yang saling berbeda, yang satu shahih, yang satunya lagi dho'if.
Mana yang akan kita pilih sebagai pegangan ??? Hadits yang shahih atau yang dho'if ???
Manusia yang mampu berfikir dengan normal, tentunya akan menjatuhkan pilihannya pada hadits yang shahih sebagai rujukan.. Ya nggak ???
Namun faktanya :
- Masih ada saja, bahkan banyak, yang justru lebih memilih yang dho'if ketimbang yang shahih..
- Walopun mereka (sebenernya) tahu bahwa yang dipilihnya itu adalah dho'if..
- Walaopun mereka juga tahu ada hadits lain yang shahih..
Kenapa ya ????
Oke, langsung to the point :
Anda mungkin kemudian mengemukakan pendapat :
" Lho lho lho, dho’if - dho’if begitu, itu khan hadits !? "
" Meski dho’if/lemah, tapi ada ulama yang membolehkan mengamalkannya lho, misal Imam Nawawi rahimahullah, betul tidak !? "
Maka kita katakan : Seratusss.. Anda benar !!
Memang, ada sebagian ulama yang membolehkan pengamalan hadits untuk masalah fadhoil amal. Masalahnya kemudian, pengamalan ini (hadits dho'if), harus memenuhi (minimal atau paling tidak) beberapa syarat.. Apa aja syaratnya ??? Berikut kita sebutkan beberapa (yang ringan saja) :
Pertama : Hadits tersebut tidaklah terlalu dho’if (tidak terlalu lemah).
Kedua : Hadits tersebut didukung oleh dalil lain yang shahih yang menjelaskan adanya pahala dan hukuman..
Ketiga : Tidak boleh diyakini bahwa hadits tersebut dikatakan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits tersebut haruslah disampaikan dengan lafazh tidak jazim (yaitu tidak tegas). Hadits tersebut hanya digunakan dalam masalah at targhib untuk memotivasi dan at tarhib untuk menakut-nakuti..
Ini baru dilihat dari satu sisi lho, dari sisi yang lain (dan ini lebih utama) ternyata, sudah ada hadits yang lebih sah dan shahih datang dari sisi Nabi Shallallahu alaihi wasallam, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Masih mau atau lebih milih hadits dho'if ketimbang yang shahih ???? Bagaimana kiranya do'a bisa terkabul jika do'a-nya aja tidak sesuai tuntunan Nabi ???
Yang berasal dari Nabi maka ambilah..
Yang jelas shahih sudah ada.. Kenapa justru milih yang gak jelas ???
Jika : Dalam satu perkara, kita dihadapkan pada dua hadits yang saling berbeda, yang satu shahih, yang satunya lagi dho'if.
Mana yang akan kita pilih sebagai pegangan ??? Hadits yang shahih atau yang dho'if ???
Manusia yang mampu berfikir dengan normal, tentunya akan menjatuhkan pilihannya pada hadits yang shahih sebagai rujukan.. Ya nggak ???
Namun faktanya :
- Masih ada saja, bahkan banyak, yang justru lebih memilih yang dho'if ketimbang yang shahih..
- Walopun mereka (sebenernya) tahu bahwa yang dipilihnya itu adalah dho'if..
- Walaopun mereka juga tahu ada hadits lain yang shahih..
Kenapa ya ????
Oke, langsung to the point :
Anda mungkin kemudian mengemukakan pendapat :
" Lho lho lho, dho’if - dho’if begitu, itu khan hadits !? "
" Meski dho’if/lemah, tapi ada ulama yang membolehkan mengamalkannya lho, misal Imam Nawawi rahimahullah, betul tidak !? "
Maka kita katakan : Seratusss.. Anda benar !!
Memang, ada sebagian ulama yang membolehkan pengamalan hadits untuk masalah fadhoil amal. Masalahnya kemudian, pengamalan ini (hadits dho'if), harus memenuhi (minimal atau paling tidak) beberapa syarat.. Apa aja syaratnya ??? Berikut kita sebutkan beberapa (yang ringan saja) :
Pertama : Hadits tersebut tidaklah terlalu dho’if (tidak terlalu lemah).
Kedua : Hadits tersebut didukung oleh dalil lain yang shahih yang menjelaskan adanya pahala dan hukuman..
Ketiga : Tidak boleh diyakini bahwa hadits tersebut dikatakan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits tersebut haruslah disampaikan dengan lafazh tidak jazim (yaitu tidak tegas). Hadits tersebut hanya digunakan dalam masalah at targhib untuk memotivasi dan at tarhib untuk menakut-nakuti..
Ini baru dilihat dari satu sisi lho, dari sisi yang lain (dan ini lebih utama) ternyata, sudah ada hadits yang lebih sah dan shahih datang dari sisi Nabi Shallallahu alaihi wasallam, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Masih mau atau lebih milih hadits dho'if ketimbang yang shahih ???? Bagaimana kiranya do'a bisa terkabul jika do'a-nya aja tidak sesuai tuntunan Nabi ???
Yang berasal dari Nabi maka ambilah..
Yang jelas shahih sudah ada.. Kenapa justru milih yang gak jelas ???
Mungkin lagi, ada yang berpendapat begini :
" Halaaaah, masalah sepele (do’a) saja kok ribut, masih banyak masalah lain yang lebih utama untuk didakwahkan… "
Maka kita katakan :
Kalaulah dalam masalah yang (nampak) sepele saja, anda tidak mau mengikuti sunnah Nabi, apa lagi dalam masalah yang lebih besar lagi ?? Bukan begitu cara berpikirnya..
" Halaaaah, masalah sepele (do’a) saja kok ribut, masih banyak masalah lain yang lebih utama untuk didakwahkan… "
Maka kita katakan :
Kalaulah dalam masalah yang (nampak) sepele saja, anda tidak mau mengikuti sunnah Nabi, apa lagi dalam masalah yang lebih besar lagi ?? Bukan begitu cara berpikirnya..
Posting Komentar