Allah Menghalalkan Jual Beli dan Mengharamkan Riba

0 komentar
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
 

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ 

الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” 
(Al-Baqarah: 275)

Penjelasan Mufradat Ayat
يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا
“Mereka memakan riba.” Maksud memakan di sini adalah mengambil. Digunakannya istilah “makan” untuk makna mengambil, sebab tujuan mengambil (hasil riba tersebut) adalah memakannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Imam Al-Qurthubi. Ini pula yang ditegaskan oleh Al-Imam At-Thabari dalam menafsirkan ayat ini. Beliau rahimahullahu berkata: “Maksud ayat ini dengan dilarangnya riba bukan semata karena memakannya saja, namun orang-orang yang menjadi sasaran dari turunnya ayat ini, pada hari itu makanan dan santapan mereka adalah dari hasil riba. Maka Allah menyebutkan berdasarkan sifat mereka dalam menjelaskan besarnya (dosa) yang mereka lakukan dari riba dan menganggap jelek keadaan mereka terhadap apa yang mereka peroleh untuk menjadi makanan-makanan mereka. Dalam firman-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ

رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)

Ayat ini mengabarkan akan benarnya apa yang kami katakan dalam permasalahan ini, yaitu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan segala hal yang memiliki makna riba. Sama saja baik melakukan aktivitas yang bernilai riba, memakannya, mengambilnya, atau memberikan (kepada yang lain). Sebagaimana permasalahan ini telah jelas keterangannya dari berbagai kabar yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللهُ آكِلَ الرِّبَا، وَمُوْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ إِذَا عَلِمُوا بِهِ
“Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya.”

Hadits ini diriwayatlan dari berbagai jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mas’ud. Ada beberapa perbedaan lafadz di antara riwayat tersebut).
Makna riba secara bahasa berarti tambahan. 
Dikatakan:

رِبَا الشَّيْءُ يَرْبُو
artinya bertambahnya sesuatu. 

Adapun secara istilah, riba ada dua macam:
1: Riba Nasi`ah
Riba jenis ini ada dua bentuk:
1. Menambah jumlah pembayaran bagi yang berhutang, dengan alasan melewati tempo pembayaran. Ini merupakan pokok riba yang diamalkan kaum jahiliyah.
2. Tukar menukar antara dua barang yang sejenis yang termasuk ke dalam barang-barang yang mengandung unsur riba padanya, dengan mengakhirkan pemberian salah satu dari barang tersebut kepada pihak kedua. Seperti tukar menukar emas yang tidak dilakukan secara kontan di tempat tersebut, namun diakhirkan keduanya atau salah satunya.

2 Riba Al-Fadhl
Yaitu menambah jumlah takaran atau timbangan terhadap salah satu dari dua barang yang sejenis yang dijadikan sebagai alat tukar menukar, dimana barang-barang tersebut termasuk mengandung unsur riba di dalamnya. (Al-Mughni, Ibnu Qudamah: 4/123, Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, Asy-Syaikh Al-Fauzan, hal. 322)

لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Mereka tidak bangun melainkan seperti orang yang kemasukan setan lantaran gila.”

Pendapat yang masyhur di kalangan mufassirin, bahwa yang dimaksud adalah pada saat mereka bangkit dari kuburnya di hari kiamat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Auf bin Malik, Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, Muqatil bin Hayyan, dan yang lainnya. Ada pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah kesulitan mereka dalam mencari penghasilan dengan cara riba yang menyebabkan akal mereka hilang, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya.
Yang dimaksud dengan al-mas adalah kegilaan.

مَوْعِظَةٌ
“Mau’izhah” Yang dimaksud adalah peringatan dan ancaman yang memperingatkan dan membuat mereka takut dengan ayat-ayat Al-Qur`an. Menjanjikan hukuman atas mereka disebabkan mereka memakan hasil riba.

فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Maka baginya apa yang telah lalu,” yaitu tidak ada celaan atas mereka apa yang telah dimakan dan dimanfaatkannya sebelum dia mengetahui haramnya hal tersebut.

وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ
“Perkaranya dikembalikan kepada Allah.” Kata ganti hu (nya) pada lafadz (perkaranya) diperselisihkan maknanya menjadi empat pendapat:

Pertama, kata ganti tersebut kembali ke lafadz riba, yang maksudnya bahwa perkara riba tersebut kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menetapkan keharamannya.

Kedua, kembali kepada lafadz “apa yang telah lalu,” yaitu apa yang telah lalu urusannya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal dimaafkannya dan diangkatnya celaan dari yang melakukan.

Ketiga, kembali kepada pelaku riba, yaitu urusannya kembali kepada Allah. Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengokohkan hatinya untuk berhenti dari perbuatan tersebut ataukah dia kembali kepada kemaksiatan dengan melakukan praktek riba.

Keempat, kembali kepada lafadz “menghentikan perbuatannya,” yaitu memberi makna hiburan dan dorongan kepada orang yang telah berhenti melakukannya agar menjadi baik di masa yang akan datang.

Keempat makna ini disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya.

وَمَنْ عَادَ
“Siapa yang kembali,” yaitu kembali melakukan praktek riba sampai dia mati. Ada pula yang mengatakan: “Barangsiapa yang kembali dengan ucapannya: ‘Sesungguhnya jual beli itu sama saja dengan riba’.”
Penjelasan Ayat
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang orang-orang yang makan dari hasil riba, jeleknya akibat yang mereka peroleh dan kesulitan yang mereka hadapi di kemudian hari. Mereka tidak bangun dari kuburnya pada hari mereka dibangkitkan melainkan seperti orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan bingung, sempoyongan, dan mengalami kegoncangan. Mereka khawatir dan penuh kecemasan akan datangnya siksaan yang besar dan kesulitan sebagai akibat perbuatan mereka.

Sebagaimana terbaliknya akal mereka, yaitu dengan mereka mengatakan: Jual beli itu seperti riba. Perkataan ini tidaklah bersumber kecuali dari orang yang jahil yang sangat besar kejahilannya. Atau berpura-pura jahil yang keras penentangannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas sesuai keadaan mereka, sehingga keadaan mereka seperti keadaan orang-orang gila.

Ada kemungkinan yang dimaksud dengan firman-Nya: 


Mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila,

 yaitu pada saat hilangnya akal mereka untuk mencari penghasilan dengan cara riba, harapan mereka berkurang, dan akal mereka semakin melemah, sehingga keadaan dan gerakan mereka menyerupai orang-orang yang gila, tidak ada keteraturan gerakan, dan hilangnya akal yang meyebabkannya tidak memiliki adab.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam membantah mereka dan menjelaskan hikmah-Nya yang agung: “Dan Allah menghalalkan jual beli.”

Karena di dalamnya mengandung keumuman maslahat. Ia merupakan perkara yang sangat dibutuhkan dan akan menimbulkan kemudharatan bila diharamkan. Ini merupakan prinsip asal dalam menghalalkan segala jenis mata pencaharian hingga datangnya dalil yang menunjukkan larangan.

“Dan (Allah) mengharamkan riba,” karena di dalamnya yang mengandung kedzaliman dan akibat yang jelek.

Asy-Syaikh As-Sa’di melanjutkan penjelasannya: “Barangsiapa yang datang kepadanya mau’izhah dari Rabbnya,” yaitu nasehat, peringatan, dan ancaman dari menjalani cara riba melalui tangan orang yang digerakkan hatinya untuk menasehatinya sebagai bentuk kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap yang dinasehati dan penegakan hujjah atasnya, “lalu dia berhenti” dari perbuatannya dan tidak lagi menjalaninya, “maka baginya apa yang telah lalu,” yaitu apa yang telah berlalu dari berbagai bentuk mu’amalah yang pernah dilakukannya sebelum nasehat datang kepadanya sebagai sebagai balasan atas sikapnya dalam menerima nasehat.

Pemahaman dari ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak berhenti, dia akan dibalas dari awal (perbuatannya) hingga akhirnya. “Dan urusannya kembali kepada Allah,” berupa pembalasan dari-Nya dan apa yang dilakukan di masa datang dari perkaranya. “Dan barangsiapa yang kembali,” dalam menjalani praktek riba dan tidak bermanfaat baginya nasehat, bahkan berkelanjutan atas hal itu, “Maka mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, As-Sa’di, hal. 117)


1 Salah satu transaksi dengan cara riba. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain dengan cara kredit dan barang tersebut telah diserahkan kepada si pembeli. Lalu dia membelinya secara kontan dengan harga yang lebih murah dari harga kreditnya.
2 Yaitu menyibukkan diri dengan dunia di saat diwajibkan atas mereka untuk berjihad.
3 Dalam riwayat lain: maka keduanya membawaku menuju langit.
4 Seperti alat untuk mengail, ujungnya bengkok dan runcing.
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=405 
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/allah-menghalalkan-jual-beli-dan-mengharamkan-riba/

والله أعلمُ بالـصـواب



Posting Komentar