Makna Bid’ah scr Bahasa dan Syari

0 komentar

1. Secara Bahasa (Etimologi)
Dalam kitab Maqayis Al Lughah (1/209) disebutkan:
Terdiri dari huruf ب dan د dan ع asalnya menunjukkan dua makna: pertama, memulai sesuatu atau membuatnya sementara belum ada hal yang semisal itu sebelumnya. sebagaimana ayat:
 Allah menciptakan langit dan bumi
kedua, keterputusan atau berhenti karena lelah. Sebagaimana ungkapan

 أبدعت الراحلة إذا كلت وعطبت 
(tunggangan itu berhenti ketika lelah atau rusak)”
Dalam kitab Lisanul ‘Arab (9/351) disebutkan:
بدع الشيء يبدعه بَدْعًا وابتدعه: أنشأه وبدأه، وبدع الركيّة: استنبطها وأحدثهاوالبدعة: الحدث، وما ابتدع من الدين بعد الإكمالابن السكيت: البدعة كلّ محدثة
bada’asy syai’, yabda’uhu, bad’an, wab tada’ahu artinya menumbuhkan atau memulai sesuatu. badda‘ar rakiyyah, artinya menggali sumur atau membuatnya. al bid‘ah artinya hal yang baru, atau (secara istilah, pent.) segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama setelah sempurnanya. Ibnu Sukait berkata, al bid’ah artinya segala sesuatu yang baru”
Kata ‘bid’ah’ berasal dari bada‘ayabda’u - bad’un atau bid’atun, yang secara lughawi artinya sesuatu yang baru. Mengenai hal ini, Imam Al Azhari[0]) menukil ucapan Ibnu Sikkiet yang mengatakan:
اَلْبِدْعَةُ: كُلُّ مُحْدَثَةٍ.
“Bid’ah itu segala sesuatu yang baru” [1]).
Definisi senada juga dinyatakan oleh Al Khalil bin Ahmad Al Farahidy[2]), yang mengatakan:
البَدْعُ: إِحْدَاثُ شَئْ ٍلَمْ يَكُنْ لَهُ مِنْ قَبْلُ خَلْقٌ وَلاَ ذِكْرٌ وَلاَ مَعْرِفَةٌ
“Al bad’u (bid’ah) ialah mengadakan sesuatu yang tidak pernah diciptakan, atau disebut, atau dikenal sebelumnya” [3]).
Isim fa’il (nama pelaku) dari kata bada’a tadi ialah badie’ (بَدِيْعٌ) atau mubdi’ (مُبْدِعٌ), artinya: pencipta sesuatu tanpa ada contoh terlebih dahulu. 

 Hal ini seperti firman Allah:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرضِ  
“Dialah pencipta langit dan bumi” (Al Baqarah :117), yaitu tanpa ada contoh (prototip) sebelumnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Az Zajjaj[4]).
Dari nukilan-nukilan di atas, dapat kita fahami bahwa bid’ah secara bahasa ialah segala sesuatu yang baru, entah itu baik atau buruk; berkaitan dengan agama atau tidak.
Karenanya Az Zajjaj mengatakan:
وَكُلُّ مَنْ أَنْشَأَ مَالَمْ يُسْبَقْ إِلَيْهِ قِيْلَ لَهُ: أَبْدَعْتَ. وَلِهَذَا قِيْلَ لِمَنْ خَالَفَ السُّـنَّةَ: مُبْتَدِعٌ. لأَِنَّهُ أَحْدَثَ فِي الإِسْلاَمِ مَالَمْ يَسْبِقْهُ إِلَيْهِ السَّلَفُ.
Setiap orang yang melakukan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, kita katakan kepadanya: “abda’ta” (anda telah melakukan bid’ah (terobosan baru)). Karenanya, orang yang menyelisihi ajaran (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah), sebab ia mengada-adakan sesuatu dalam Islam yang tidak pernah dikerjakan oleh para salaf sebelumnya[5]).
Mahturi’a ‘alaa goeri misaalin saabikin
Artinya :
Membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat : Al- Mu’jam Al- Wasith, 1/ 43, Majma’ Al Lugah Al ‘Arabiyah, Darud Dakwah, Syamilah. )

Dlm ayat lain Alloh berfirman : ”
Qul maa kuntu bid’am minarrusuli ” (Al Ahqaf: 9)

Artinya :
“Katakanlah, Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul- rasul .
” Maksudnya : Rosululloh di utus tidak membawa ajaran baru.
Shalat, Puasa, Qurban dll jg di syariatkan kepada umat umat para Nabi sebelum Rosululloh.

2. Secara Istilah (Terminologi)  Syar’i :
1. Imam Asy Syathibi (wafat 790 H) mengatakan:
طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية، يقصَد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه
Sebuah cara beragama yang diada-adakan, menyerupai syariat, dilakukan dengan maksud berlebih-lebihan dalam ibadah kepada Allah Subhanah” (Al I’tisham, 1/37)
2. Ibnu Rajab (wafat 795 H) menjelaskan:
والمراد بالبدعة ما أحدِث مما لا أصل له في الشريعة يدلّ عليه، وأما ما كان له أصل من الشرع يدلّ عليه فليس ببدعة شرعًا وإن كان بدعة لغة
Makna bid’ah adalah segala sesuatu yang tidak ada landasan dalil dari syari’at. Sedangkan segala sesuatu yang memiliki landasan dalil dari syari’at, ia bukanlah bid’ah secara syar’i walaupun kadang termasuk bid’ah secara bahasa” (Jami’ Al ‘Ulum Wal Hikam, 265)
3. Imam As Suyuthi (wafat 911 H) berkata:
البدعة عبارة عن فعلةٍ تصادم الشريعة بالمخالفة أو توجب التعاطي عليها بزيادة أو نقصان
Bid’ah adalah sebuah istilah untuk perbuatan yang menentang syari’at dengan menyelisihinya atau mengutak-atik syari’at dengan menambah-nambah atau mengurangi” (Al Amru Bil Ittiba’, 88)
4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) menjelaskan:
البدعة في الدين هي ما لم يشرعه الله ورسوله، وهو ما لم يأمر به أمر إيجاب ولا استحباب، فأما ما أمر به أمر إيجاب أو استحباب وعلم الأمر به بالأدلة الشرعية فهو من الدين الذي شرعه الله، وإن تنازع أولو الأمر في بعض ذلك، وسواء كان هذا مفعولاً على عهد النبي صلى الله عليه وسلم أو لم يكن
Bid’ah dalam agama adalah segala sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Yaitu perkara agama yang tidak diperintahkan dengan pewajiban atau penganjuran. Sedangkan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik dengan bentuk pewajiban atau penganjuran dan itu diketahui dari dalil-dalil syar’i, maka yang demikian merupakan bagian dari agama yang disyariat oleh Allah. Walaupun diperselisihkan hukumnya setelah itu, baik pernah dilakukan oleh di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ataupun belum pernah” (Majmu’ Al Fatawa, 4/ 107-108)
5. Al Jurjani berikut:
البِدْعَةُ هِيَ الْفِعْلَةُ الْمُخَالِفَةُ لِلسُّـنَّةِ، سُمِّيَتْ: اَلْبِدْعَةَ، لأَِنَّ قَائِلَهَا ابْتَدَعَهَا مِنْ غَيْرِ مَقَالِ إِمَامٍ، وَهِيَ الأَمْرُ الْمُحْدَثُ الَّذِي لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُوْنَ، وَلَمْ يَكُنْ مِمَّا اقْتَضَاهُ الدَّلِيْلُ الشَّرْعِيُّ.
Bid’ah ialah perbuatan yang menyelisihi As Sunnah (ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dinamakan bid’ah karena pelakunya mengada-adakannya tanpa berlandaskan pendapat seorang Imam. Bid’ah juga berarti perkara baru yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat dan tabi’in, dan tidak merupakan sesuatu yang selaras dengan dalil syar’i” [6]).
6. Sebagaimana Pakar Bahasa Al- Fairuz Abadi rahimahullah berkata :
Al hadasu fiddiin b’adal akmaali
Artinya : “Suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna “ (Lihat : Al-Qamus Al-Muhith hal. 702, Mu’assasah Risalah, Beirut, cet. VIII, 1426 H, Syamilah ) 

wallohu alam
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[0]) Beliau ialah Al ‘Allamah Al Lughawy Abu Manshur, Muhammad bin Ahmad ibnul Azhar Al Azhary Al Harawy Asy Syafi’iy. Lahir sekitar tahun 282 H. Beliau adalah Imam dalam bahasa Arab dan fiqih. Seorang ulama yang tsiqah dan taat beragama. Diantara karya ilmiahnya ialah: Tahdzibul Lughah, Kitab At Tafsir, Tafsir Alfaazhul Muzany, ‘Ilalul Qira’ah, Ar Ruh, Al Asma’ul Husna dan lainnya. Beliau wafat pada Rabi’ul Akhir tahun 370 H, pada usia 88 tahun (As Siyar, 3/3212-3213)
[1])  Lihat Tahdziebul Lughah, pada kata (بدع).
[2]) Beliau ialah Al Imam Shahibul ‘Arabiyyah, Al Khalil bin Ahmad bin ‘Amru Al Azdy Al Farahidy Al Bashry. Beliau adalah peletak dasar-dasar ilmu ‘Arudh, orang terdepan dalam hal bahasa Arab, taat beragama, wara’, penuh qana’ah, tawadhu’ dan amat disegani. Beliau berguru kepada Ayyub As Sikhtiyani, ‘Ashim Al Ahwal dan lainnya. Darinyalah Imam Sibawaih menimba ilmu nahwu, demikian pula An Nadhar bin Syumeil, Al Ashma’iy dan yang lainnya. Beliau adalah orang yang super cerdas. Lahir tahun 100H. Diantara karyanya ialah Kitabul ‘Ain (ع), namun belum selesai. Beliau wafat tahun 169 atau 170 H -rahimahullah- (As Siyar, 2/1636).
[3])  Lihat Kitaabul ‘Ain, 2/54.
[4])  Tahdziebul Lughah, pada kata (بدع).
[5]) Ibid. Perhatikan bagaimana Az Zajjaj membedakan antara definisi bid’ah lughawi dengan syar’i. Ia tak sekedar mengatakan bahwa bid’ah adalah melakukan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Namun ungkapan selanjutnya menegaskan siapakah pelaku bid’ah itu, yaitu orang-orang yang berbuat menyelisihi sunnah (ajaran) Rasulullah e. Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud bid’ah secara syar’i khusus berkaitan dengan agama yang diajarkan Rasulullah e. Sehingga apabila beliau menyatakan bahwa bid’ah itu sesat, maka bid’ah di sini ialah bid’ah secara syar’i.
[6])     At Ta’riefaat 1/13. Oleh Al Jurjani.



Posting Komentar