بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan di antara hal yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
tentang berpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan; seluruhnya terancam
masuk neraka kecuali satu, yaitu yang meniti jalan Rasulullah dan para
sahabatnya.
Apa yang disampaikan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah omong kosong. Melainkan hal itu telah menjadi kenyataan sebagaimana yang kita saksikan saat ini.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ia tidak berbicara dengan hawa nafsu. Namun itu adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
Oleh sebab itu, sebagai seorang mukmin hendaknya kita juga mengetahui
dan mengenali golongan-golongan yang menyimpang tersebut disamping
mempelajari dan mengikuti golongan yang selamat. Hal ini sebagaimana
yang disebutkan oleh Hudzaifah bin Yamanradhiyallahu ‘anhu,
“Orang-orang selalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang kebaikan. Sedangkan aku selalu bertanya kepada beliau tentang
keburukan karena khawatir (kejelekan tersebut) akan menimpa diriku.”1
Dan insya Allah kali ini kita akan coba sedikit mengenal salah satu
dari kelompok-kelompok dalam Islam yang telah muncul saat ini, yaitu
Murji’ah.
Pengertian Murji’ah
Murji’ah merupakan isim fa’il dari kata al-irja’ yang memiliki dua makna:
- Berarti : pengakhiran.
- Berarti : memberikan harapan.
Secara istilah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad, Murji’ah ialah: orang-orang yang menganggap:
- keimanan itu hanya sebatas pengucapan dengan lisan saja2, dan seluruh manusia tidak saling mengungguli dalam keimanan. Sehingga, keimanan mereka dengan keimanan para malaikat dan para nabi itu satu (sama dan setara).
- Keimanan itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
- Tidak ada istitsna’ (ucapan insya Allah) dalam hal keimanan3.
- Dan siapa saja yang beriman dengan lisannya namun belum beramal, maka ia seorang mukmin yang hakiki.4
Sedangkan Syekh Abdul Aziz Ar-Rojihi mengatakan, “Murji’ah ialah mereka yang mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan.”5
Sebab Mereka Dinamakan Murji’ah
Mereka disebut Murji’ah dikarenakan mereka
mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan. Mereka mengatakan
bahwa kemaksiatan tidak memiliki pengaruh buruk pada keimanan
)seseorang) sebagaimana ketaatannya tidak bermanfaat dalam kekufuran.
Kemudian, dengan dasar ini mereka senantiasa memberikan harapan kepada
pelaku maksiat berupa pahala dan ampunan Allah.6
Ada juga yang mengatakan bahwa mereka disebut Murji’ah karena senantiasa memberikan harapan atas pahala dan ampunan kepada para pelaku maksiat.
Perbedaan dasar antara murji’ah dan ahlus sunnah
Perbedaan yang paling mendasar antara Ahlus sunnah dan kelompok
Murji’ah adalah pada masalah defenisi keimanan. Murji’ah mengatakan
keimanan itu hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat disertai
pembenaran dalam hati. Dan mereka tidak memasukkan amal perbuatan
sebagai bagian dari keimanan.
Sedangkan Ahlus Sunnah mengatakan bahwa keimanan itu adalah:
- Pengucapan dengan lisan. Yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat.
- Meyakini dengan hati.
- Pengamalan dengan anggota badan.
- Dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, serta berkurang dengan bermaksiat.
Kelompok-kelompok murji’ah
Para ulama yang menulis kitab-kitab firaq (sekte-sekte dalam Islam) berbeda-beda dalam mengklasifikasikan jenis-jenis Murji’ah. Berikut adalah pengklasifikasian Syaikhul islam ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap kelompok ini.
- Kelompok yang mengatakan bahwa keimanan itu hanya sebatas apa yang ada dalam hati, berupa pengetahuan dan keyakinan. Diantara mereka ada yang memasukkan amalan hati ke dalam cakupan iman, dan ada juga yang tidak seperti Jahm bin Shofwan dan para pengikutnya.
- Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Dan ini merupakan perkataan Karromiyyah.
- Kelompok yang mengatakan keimanan itu hanya pembenaran dengan hati dan ucapan (2 kalimat syahadat).7 Dan ini merupakan perkataan Murjiah fuqaha.8
Jenis yang ketiga ini merupakan yang paling dekat dengan Ahlus
Sunnah, dan kelompok Murji’ah sering ditujukan untuk jenis yang ini.
Syaikh Abdul Aziz Ar-Rojihi juga mengklasifikasikan murji’ah menjadi 4 kelompok:
- Jahmiyyah. Mereka mengatakan keimanan itu adalah pengenalan terhadap Rabb dengan hati. Sedangkan kekufuran itu kejahilan terhadap Rabb dalam hati. Mereka adalah orang-orang ekstrim; dan ini merupakan defenisi yang paling rusak tentang iman.
- Karromiyah. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Jika seseorang telah mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka dia adalah seorang mukmin walaupun dalam hatinya berbohong.
- Asy’ariyah dan Maturidiyah. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu hanya pembenaran hati.
- Murji’ah fuqoha. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu perbuatan dan pembenaran hati serta pengucapan dengan lisan. Dan ini merupakan mazhab Imam Abu Hanifah dan para murid beliau.9
Dan penamaan murji’ah fuqaha dikarenakan mereka adalah dari kalangan
para ahli fiqih dan ahli ibadah yang diakui oleh ahlus sunnah.
Diantara buah pemikiran kelompok murji’ah
Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa perbedaan dasar antara
Murji’ah dan Ahlus Sunnah ialah dalam permasalahan iman. Dari sinilah
muncul banyak pandangan mereka yang menyelisihi Ahlus Sunnnah.
Diantaranya adalah:
- Keimanan itu tidak bertambah dan tidak juga berkurang.10
- Seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah meyakininya dengan hati disanggap sebagai seorang Mukmin yang sempurna imannya serta termasuk penghuni surga; walaupun ia meninggalkan salat, puasa, dan melakukan dosa-dosa besar lainnya.
- Keimanan seorang mukmin sama seperti keimanan para malaikat dan juga para nabi. Karena keimanan itu tidak saling melebihi satu dengan yang lain.
- Seseorang tidak boleh ber–istitsna dalam keimanan, yaitu mengatakan “saya mukmin insya Allah”. Karena hal itu menunjukkan menandakan keraguan dalam keimanan. Yaitu ashlul iman (pokok keimanan). Dan siapa yang ragu dalam keimanan, maka tidak bisa dikatakan sebagai seorang mukmin.11 . Kecuali berkata demikian dalam rangka khawatir terjerumus dalam men-tazkiyah diri sendiri, yaitu khawatir dianggap merasa imannya sudah sempurna, maka boleh berkata demikian. Namun bukan dalam rangka meragukan ashlul iman (pokok keimanan)12 .
***
Referensi:
- Al-Jami’ Ash-Shahih, Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari.
- Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’, DR. Ibrahim ibn ‘Aamir Ar-Ruhaili.
- Majmu’ fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
- Al-mukhtar fi ushulis sunnah, Abdul Aziz Ar-Rojihi.
- Ushuluddin ‘indal imam Abi Hanifah, Muhammad ibn Abdirrahman Al-Khumais.
Catatan Kaki
1 HR. Bukhari no. 3606.
2 Maksudnya: keimanan itu hanya sebatas ucapan dua kalimat syahadat saja. Sehingga, seseorang sudah dianggap mukmin hanya dengan mengucapkan dua kalimat tersebut.
3 Maksudnya, seseorang mengatakan, “Saya mukmin insya Allah”.
4 Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’ 1/152.
5 Al-mukhtar fi ushulis sunnah 1/265, syamilah.
6 Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’ 1/152.
7 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/354, Syamilah.
8 Majmu’ fatawa 111/223, syamilah.
9 Al-mukhtar fi ushulis sunnah 1/265, syamilah.
10 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/389, Syamilah.
11 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/415, Syamila
والله أعلمُ بالـصـواب
Posting Komentar