بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Ulama adalah orang-orang terpilih yang memiliki kapasitas
keilmuan yang luar biasa baik dalam Islam. Melalui merekalah bagaimana silsilah
ilmu keislaman bisa tersambung dari Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM, para sahabat,
tabi’in, tabi’ut tabi’in, hingga kepada kita semua yang hidup pada zaman ini.
Mencela mereka adalah hal yang tidak diizinkan, sebagaimana sabda Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM:
“Tidak termasuk
umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi yang
lebih muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama” (HR. Ahmad).
Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM
telah menyampaikan kepada kita semua perihal keutamaan ulama:
“Yang dapat memberikan syafa’at pada hari kiamat ada tiga;
para Nabi, para ulama, dan para syuhada” (HR. Ibnu Majah).
Ulama telah berjasa besar dalam memberikan kemaslahatan umat
ini. Fatwa yang mereka lontarkan bukanlah perkataan sembarangan, namun didasari
ilmu yang memadai. Bisa dikatakan bahwa ulama adalah orang yang paling
scientific, paling credible, dan paling ilmiah, ini dikarenakan mereka tidak
berbicara dengan ra’yu dan hawa nafsu semata. Perkataan mereka berasal dari dua
referensi yang pasti benar, Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Para ulama haq adalah
orang-orang yang bertanggung jawab atas kemaslahatan umat, sehingga manusia
tidak tersesat dalam mengarungi lautan kehidupan. Rasulullah SHOLATUALAIHIWASSALAM
bersabda dalam salah satu hadistnya:
”Allah tidak akan mencabut ilmu Islam dengan mencabutnya
dari manusia. Sebaliknya Allah mengambilnya dengan cara mewafatkan para ulama
sehingga tidak tersisa walaupun seorang. Manusia mengangkat orang bodoh menjadi
pemimpin. Apabila mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya
mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari Muslim).
Imam Al Ajurri berkata: ”Bagaimanapun juga, ulama
memiliki keutamaan yang sangat besar. Dalam usaha mereka menuntut ilmu,
terdapat keutamaan. Ketika mereka bersama dengan para syaikhnya terdapat
keutamaan. Ketika mereka mengingatkan satu sama lain, terdapat keutamaan. Dalam
diri para ulama yang menjadi guru mereka, terdapat keutamaan. Ketika mereka
mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang belajar kepada mereka, terdapat
keutamaan. Sungguh, Allah telah mengumpulkan kebaikan kepada para ulama dalam banyak
hal. Mudah-mudahan Allah memebri manfaat kepada kita dan mereka dengan ilmu”
(Akhlaq Al Ulama, hal. 43-44).
Imam Abul Qasim Ali Ibnu Asakir berkata: ”Ketahuilah
wahai saudaraku, sesungguhnya daging para ulama itu beracun. Permusuhan Allah
terhadap orang yang melecehkan kehormatan para ulama juga sudah maklum. Dan,
barangsiapa yang menyibukkan lisannya untuk menjelek-jelekkan para ulama, maka
Allah akan menimpakan musibah kepadanya sebelum kematiannya dengan kematian
hati” (http://www.almeshkat.net/indez.php)
Sheikh Al Utsaimin berkata: ”Barangsiapa yang kesukaannya
adalah menjelek-jelekkan ulama dan membuat orang lain lari dari mereka, serta
memperingatkan orang agar berhati-hati dengan mereka; maka sesungguhnya yang
dia lukai bukan hanya seroang ulama saja, melainkan perbuatannya tersebut telah
melukai peninggalan Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM” .
Betapa indahnya perkataan Sheikh Al Utsaimin tersebut.
Beliau menyamakan ulama sebagai peninggalan Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM yang
berharga yang Insha Allah berperan besar dalam keberlangsungan kebenaran dalam
tubuh umat Islam.
Sheikh Bin Baz dikala ia ditanya mengenai kebiasaan sebagian
juru dakwah yang gemar mencela ulama, beliau berkomentar:
”Menurut saya ini perbuatan yang diharamkan. Sekiranya
seseorang tak dibolehkan berbuat ghibah terhadap saudaranya sesama mukmin
sekalipun dia bukan ulama, bagaimana mungkin seseorang dibolehkan meng-ghibah
para ulama kaum mukminin? Allah SWT berfirman: ’Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebiasaan berburuk sangka sejauh mungkin, karena sesungguhnya sebagian
dari berburuk sangka adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain, dan jangan pula sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah
salah seorang kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu,
kalian tidak menyukainya. Dan takutlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang.’ Dan hendaknya orang ini tahu akibat
dari perbuatan buruknya, bahwasanya apabila dia menjelek-jelekkan seorang
ulama, maka hal ini akan menyebabkan semua perkataan haq yang keluar dari ulama
tersebut tertolak. Jika demikian, maka bencana penolakan al haq dan dosanya
ditanggung oleh oranhg yang suka menjelek-jelekkan ulama ini. Sebab,
realitanya, menjelek-jelekkan ulama bukan hanya menjelek-jelekkan pribadi ulama
bersangkutan, melainkan hal ini sama saja dengan melecehkan peninggalan Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM.” (Fatawa Al Ulama’ Haula Ad Da’wah wa
Al Jama’at Al Islamiyah, hal. 65)
DR. Husamuddin Affanah berkata: ”Tidak diragukan lagi,
bahwa memuliakan dan menghormati ulama adalah salah satu perkara yang
diwajibkan oleh syari’at, meskipun mereka berbeda pendapat dengan kita. Sebab,
ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi telah mewariskan ilmunya kepada
mereka. Sehingga, para ulama memiliki kehormatan yang harus kita junjung
tinggi.” (http://almeshkat.net/index.php)
Insya Allah, pendapat para ulama di atas yang mana mereka
dengan tegas melarang celaan terhadap ulama adalah mendekati kebenaran sesuai
apa yang telah disabdakan Nabi SHOLATUALAIHIWASSALAM. Memang disayangkan, kita
sering melihat para da’i dan mubaligh yang dengan mudahnya mengklaim bahwa
ulama ini dan itu adalah keliru dan salah bahkan menyesatkan. Pendapat seorang
ulama itu bisa tertolak apabila menyelisihi syari’at, namun jangan segan untuk
menerimanya apabila ternyata selaras dengan Al Qur’an dan Sunnah. Semoga hal
ini bisa dijadikan pelajaran yang sangat berharga bagi para thalibul imi agar
bisa menjaga lisannya.
Hanya kepada Allah semata kita meminta ampunan bagi
kesalahan yang kita perbuat baik itu disadari maupun tak disadari…
والله أعلمُ بالـصـواب
Posting Komentar