بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Berikut adalah beberapa fatwa ulama seputar natal. Bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat natal?
Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan
Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya
mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian
kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka
dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca :
cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal
kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’).
Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan
atau dianjurkan.
Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus
merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang
betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil
dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya
tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang,
sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan
orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha
mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa
nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan
Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan
pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah
mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka,
mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-
Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni ini, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.
Fatwa Pertama – Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama
Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang
kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami
menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang
berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud
apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena
malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya.
Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab :
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang
khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen)
adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka
seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’,
atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau
memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran,
namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.
Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita
mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan
perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat
semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan
selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina,
atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut.
Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang
mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada
seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas
mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul
Qoyyim rahimahullah–
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan.
Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju
dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin
seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran
atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah
Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan
(iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu
bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)
[Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?]
Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab
karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali
tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari
raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga
hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran
mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh
makhluk.
Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)
[Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?]
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan.
Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma
sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri
perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat
dalam mengadakan perayaan tersebut.
[Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?]
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai
orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado
(hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan
dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu
membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena
bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan,
“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa
menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka
lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka
karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum
muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa,
baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau
supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya.
Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah
yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin
kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin
dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita
dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh
mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.
Fatwa Kedua – Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka
Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.
Syaikh rahimahullah ditanya : Apakah diperbolehkan pergi ke tempat
pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan
untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?
Beliau rahimahullah menjawab :
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat
seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin
mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar
terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena
terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke
tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena
dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk
menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.
Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan
dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat
hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti
ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa
nafsu.
Fatwa Ketiga – Merayakan Natal Bersama
Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.
Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan
orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada
akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang
menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk
di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa
hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar?
Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang
Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian
orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan
karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang
banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)
Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :
Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.
Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum
muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’
ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115).
Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.
Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak
melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru.
Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’
adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’
juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115
di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.
Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.
Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.
Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin
menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar
kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka
mengikuti orang kafir pada hari tersebut.
Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum
muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang
terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus
dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang
dapat memberi taufik.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.
—
Diselesaikan pada siang hari, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul, 18 Dzulhijah 1429 H
Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal
والله أعلمُ بالـصـواب
Posting Komentar