بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Terdapat sebuah riwayat,
Salah seorang tabi’in bernama ‘Amru bin Salamah al Hamdani mengisahkan, bahwa Abu Musa Al Asy’ari pernah berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Wahai Abu Abdirrahman, barusan di mesjid kulihat sesuatu yang aneh. Akan tetapi ia sesuatu yang baik, alhamdulillah”.
“Apa itu?” tanya Ibnu Mas’ud.
“Kamu bisa melihat sendiri nanti” jawab Abu Musa.
“Tadi Aku melihat orang-orang dalam beberapa halaqah (kelompok) sedang duduk di mesjid. Sembari menunggu shalat, di masing-masing halaqah ada satu orang yang memimpin mereka, dan masing-masing anggotanya menggenggam kerikil. Orang tersebut lalu berseru, “Ayo takbir seratus kali..” lalu mereka mulai bertakbir. Lalu ia berkata, “Ayo tahlil seratus kali” dan mereka pun bertahlil. Kemudian ia berkata “Ayo tasbih seratus kali” dan mereka pun bertasbih.
Lanjut Abu Musa. “Lantas apa yang kau katakan kepada mereka?” tanya Ibnu Mas’ud. “Aku sengaja tidak mengatakan apa-apa, karena ingin tahu apa pendapatmu” jawab Abu Musa.
“Mengapa tidak kau perintahkan agar mereka menghitung kesalahan mereka, dan kau jamin bahwa kebaikan mereka takkan hilang?” tegur Ibnu Mas’ud.
Keduanya pun berlalu meneruskan perjalanan, dan kami mengikuti mereka sampai tiba di salah satu halaqah yang dimaksud. Sambil berdiri di hadapan mereka, Ibnu Mas’ud bertanya: “Apa yang sedang kalian lakukan?”
“Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih” jawab mereka.
“Hitung saja kesalahan kalian, karena kujamin tidak akan ada kebaikan kalian yang hilang sedikitpun… Celakalah kalian wahai umat Muhammad ! Alangkah cepatnya kalian binasa, padahal para sahabat Rasulullah ada di mana-mana, pakaian Rasulullah belum lusuh, dan bejana beliau belum pecah?! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya; kemungkinannya hanya dua: kalian berada di atas ajaran yang lebih benar dari ajaran Muhammad, atau kalian pembuka pintu kesesatan !”lanjut Ibnu Mas’ud.
“Wahai Abu Abdirrahman, Demi Allah, kami hanya mencari kebaikan” jawab mereka.
“Berapa banyak pencari kebaikan yang tidak pernah mendapatkannya” tukas Ibnu Mas’ud.
“Rasulullah pernah bercerita kepada kami bahwa ada suatu kaum yang gemar membaca Al Qur’an namun tidak melebihi tulang selangka mereka. Demi Allah, boleh jadi mayoritas dari mereka adalah kalian” lanjut Ibnu Mas’ud seraya meninggalkan mereka. ‘Amru bin Salamah -perawi kisah ini- lantas berkata, “Sungguh, aku melihat kebanyakan dari mereka akhirnya bersama kaum khawarij melawan kami di perang Nahrawan”.
[HR. Darimi no 211 dengan sanad yang hasan]
Hadits diatas menjadi pukulan telak bagi Ahlul Bid'ah yg masih gemar melakukan Dzikir berjama'ah/Dzikir akbar,Tahlilan,Sholawatan. ;)
Walaupun sepintas mereka sekedar membaca takbir, tahlil, tasbih, dan semisalnya dan semuanya adalah ucapan mulia,, akan tetapi tata cara yang mereka lakukan tadi sama sekali tidak dikenal oleh para sahabat. Alasan mereka yang ‘sekedar menghendaki kebaikan’ juga ditolak mentah-mentah oleh Ibnu Mas’ud, sebab untuk mendapat kebaikan kita tidak boleh menghalalkan segala cara, namun harus bertolak dari Rasulullah dan praktek para sahabat.
Hadits ini mengingatkan kita akan bahaya bid’ah yang sepintas nampak ringan… namun lama kelamaan menyeret pelakunya ke bid’ah lain yang lebih parah. Mereka yang mulanya ‘hanya’ senang ‘tahlilan’, ujung-ujungnya menjadi khawarij yang memerangi kaum muslimin! Demikianlah tipu daya syaithan terhadap ahli ibadah yang ikhlas namun jahil…
Dalam beribadah, keikhlasan tidaklah cukup, namun harus dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah. Bacaan tasbih, tahlil, takbir, dan tahmid yang demikian besar pahalanya di sisi Allah, bisa menjadi bencana bagi pelakunya jika diamalkan tanpa mengikuti ‘aturan main’. Melakukan dzikir secara koor dan berjama'ah adalah bid’ah.
والله أعلمُ بالـصـواب
Posting Komentar