Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang al-amin (yang terpercaya) dan memiliki sifat amanah. Dengan sifat inilah, beliau telah menyampaikan seluruh risalah dan syari’at Allah subhanahu wata’ala
kepada umat ini dengan lengkap dan sempurna. Tidak ada satu kebaikan
pun, kecuali pasti telah beliau ajarkan kepada umatnya. Dan tidak ada
satu kejelekan pun, kecuali pasti telah beliau peringatkan dan beliau
larang umatnya untuk mengerjakannya.
Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj itu bagian dari risalah dan syari’at Allah subhanahu wata’ala, pasti beliau telah ajarkan kepada umatnya. Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj ini amalan yang baik, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
beserta para shahabatnya adalah orang-orang pertama yang mengadakan
acara tersebut. Demikian pula para ulama generasi berikutnya yang
mengikuti dan meneladani mereka, semuanya akan mengadakan
perayaan-perayaan khusus untuk memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Besar
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sehingga acara peringatan
Isra’ Mi’raj, dalam bentuk apapun acara tersebut dikemas, merupakan
amalan bid’ah, sebuah kemungkaran, dan perbuatan maksiat karena:
1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak pernah merayakannya atau memerintahkan kepada umatnya untuk merayakannya.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan termasuk urusan (syari’at) kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
2. Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan seluruh shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak pernah pula merayakannya. Demikian pula para tabi’in, seperti Sa’id bin Al-Musayyib, Hasan Al-Bashri, dan yang lainnya rahimahumullah.
3. Para ulama yang datang
setelah mereka, baik itu imam yang empat (Abu Hanifah, Malik,
Asy-Syafi’i, Ahmad), Al-Bukhari, Muslim, An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu
Katsir, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, dan yang lainnya rahimahumullah,
hingga para ulama zaman sekarang ini. Mereka semua tidak pernah
merayakannya, apalagi menganjurkan dan mengajak kaum muslimin untuk
mengadakan peringatan itu. Tidak didapati satu kalimat pun dalam
kitab-kitab mereka yang menunjukkan disyari’atkannya peringatan Isra’
Mi’raj.
4. Kenyataan yang terjadi jika perayaan ini benar-benar diadakan, yaitu munculnya berbagai kemungkaran, di antaranya:
a. Terjadinya ikhtilath, yaitu bercampurbaurnya antara laki-laki dan perempuan.
b. Dilantunkannya shalawat-shalawat yang bid’ah dan bahkan sebagiannya mengandung kesyirikan.
c. Didendangkannya lagu-lagu dan alat musik yang jelas haram hukumnya.
d. Mengganggu kaum muslimin. Di antara bentuk gangguan itu adalah:
- Terhalanginya pemakai jalan atau minimalnya mereka kesulitan ketika hendak melewati jalan di sekitar lokasi acara, karena banyaknya orang di sana.
- Suara musik dan lagu yang sangat keras pada acara terebut, juga mengganggu tetangga dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi acara. Orang yang telah lanjut usia, orang sakit, maupun bayi-bayi dan anak-anak kecil yang semestinya membutuhkan ketenangan, mereka terganggu dengan adanya suara musik yang sangat keras tadi.
Tidak semestinya
beberapa gangguan tadi dianggap sepele dan ringan. Kecil maupun besar,
setiap perbuatan yang bisa mengganggu dan menyakiti kaum muslimin, maka
pelakunya terkenai ancaman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang
yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan
dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak akan masuk al-jannah orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.” (HR. Muslim)
e.Tidak sedikit kaum
muslimin yang melalaikan shalat berjama’ah di masjid, bahkan yang lebih
parah kalau sampai meninggalkan shalat fardhu. Ketika acara dimulai
ba’da shalat Isya’ misalnya, sejak sore banyak yang sudah stand by
di tempat acara. Mulai dari penjual-penjual dengan aneka barang
dagangannya, pengunjung acara, sampai panitia acara pun, mereka lebih
memilih berada di ‘pos-pos’ mereka daripada masjid ketika
dikumandangkannya adzan maghrib dan isya’. Wal ‘iyadzubillah.
Semestinya umat ini dibimbing
untuk kembali kepada agamanya. Mereka sangat antusias menyambut dan
menghadiri acara peringatan Isra’ Mi’raj, namun mereka belum memahami
hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Sebuah peristiwa dan
mu’jizat besar yang saat itulah kewajiban shalat lima waktu ini
diberlakukan kepada umat Islam. Suatu musibah jika salah satu rukun
Islam ini dilalaikan hanya karena ingin ‘menyukseskan’ acara yang sudah
pasti menelan biaya yang tidak sedikit tersebut.
Kalau masih ada yang
beranggapan bahwa perayaan untuk memperingati Isra’ Mi’raj itu adalah
baik, maka katakanlah sebagaimana kata Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah:
مَن
ابْتَدَعَ في الإِسلام بدعة يَراها حَسَنة ؛ فَقَدْ زَعَمَ أَن مُحمّدا –
صلى الله عليه وعلى آله وسلم- خانَ الرّسالةَ ؛ لأَن اللهَ يقولُ : {
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ فما لَم يَكُنْ يَوْمَئذ دينا فَلا
يكُونُ اليَوْمَ دينا}
“Barangsiapa yang
mengadaka-adakan kebid’ahan dalam agama Islam ini, dan dia memandang itu
baik, maka sungguh dia telah menyatakan bahwa Muhammad shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan
risalah, karena Allah telah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
(Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untuk kalian agama kalian), maka segala sesuatu yang pada
hari (ketika ayat ini diturunkan) itu bukan bagian dari agama, maka pada
hari ini pun juga bukan bagian dari agama.”
Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala hidayah untuk senantiasa berpegang teguh dengan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai akhir hayat nanti. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Oleh Ustadz Abu Abdillah Kediri salafy.or.id
Posting Komentar