“Dari Abu Hayyaz al-Asadi berkata:“Ali bin Abi Thalib berkata padaku: Maukah saya mengutusmu seperti Rasulullahmengutusku? Jangan tinggalkan patung kecuali kamu menghancurkannya dan kuburanyang yang tinggi kecuali kamu meratakannya”. (HR. Muslim:2239-2242
Ini adalah hadist muhkam ,orang baca langsung paham.)
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam kepada Ali Radi Allahu 'anhu :”
jangan biarkan satu gambar pun melainkan kamu hilangkan, dan jangan biarkan
satu kuburan pun yang di agungkan melainkan engkau ratakan.” (H.R Muslim).
Selengkapnya baca ulasan berikut !
Selengkapnya baca ulasan berikut !
Lihat gambar Pekuburan Baqi' di Madinah (Saudi Arabia ) Gak pake kelambu gak pake dibangun sampai mirip rumah
MashaAllah coba dibandingkan kuburan madina & di negara kita sendiri, kuburan seperti inilah yang Rasulullah mengsyariatkan.
Pertama, perkataan ‘Ali bin Abi Tholib,
Syaikh Musthofa Al Bugho -pakar Syafi’i saat ini- mengatakan, “Boleh kubur dinaikkan sedikit satu jengkal supaya membedakan dengan tanah, sehingga lebih dihormati dan mudah diziarahi.” (At Tadzhib, hal. 95). Hal ini juga dikatakan oleh penulis Kifayatul Akhyar, hal. 214.
Kedua, dari Jabir, ia berkata,
Matan yang cukup terkenal di kalangan Syafi’iyah yaitu matan Abi Syuja’ (matan Taqrib) disebutkan di dalamnya,
“Kubur itu mesti diratakan, kubur tidak boleh dibangun bangunan di atasnya dan tidak boleh kubur tersebut diberi kapur (semen).” (Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang sesuai ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kubur itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir dilihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam madzbab Syafi’i dan yang sepahaman dengannya.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 35).
Imam Nawawi di tempat lain mengatakan, “Terlarang memberikan semen pada kubur, dilarang mendirikan bangunan di atasnya dan haram duduk di atas kubur. Inilah pendapat ulama Syafi’i dan mayoritas ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 37).
MashaAllah coba dibandingkan kuburan madina & di negara kita sendiri, kuburan seperti inilah yang Rasulullah mengsyariatkan.
Pertama, perkataan ‘Ali bin Abi Tholib,
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).
Syaikh Musthofa Al Bugho -pakar Syafi’i saat ini- mengatakan, “Boleh kubur dinaikkan sedikit satu jengkal supaya membedakan dengan tanah, sehingga lebih dihormati dan mudah diziarahi.” (At Tadzhib, hal. 95). Hal ini juga dikatakan oleh penulis Kifayatul Akhyar, hal. 214.
Kedua, dari Jabir, ia berkata,
Perhatikan Perkataan Ulama Madzhab Syafi’iعَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970).
Matan yang cukup terkenal di kalangan Syafi’iyah yaitu matan Abi Syuja’ (matan Taqrib) disebutkan di dalamnya,
ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص
“Kubur itu mesti diratakan, kubur tidak boleh dibangun bangunan di atasnya dan tidak boleh kubur tersebut diberi kapur (semen).” (Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang sesuai ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kubur itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir dilihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam madzbab Syafi’i dan yang sepahaman dengannya.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 35).
Imam Nawawi di tempat lain mengatakan, “Terlarang memberikan semen pada kubur, dilarang mendirikan bangunan di atasnya dan haram duduk di atas kubur. Inilah pendapat ulama Syafi’i dan mayoritas ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 37).
apakah Nabi dikubur di dalam Masjid Nabawi?
BalasHapusJawaban tentang permasalahan tersebut dari beberapa sisi :
HapusBahwasannya Masjid TIDAKLAH DIBANGUN DI ATAS KUBURAN, bahkan sudah dibangun dimasa Nabi صلى الله عليه وسلم.
Bahwasannya Nabi صلى الله عليه وسلم TIDAKLAH beliau dikubur di dalam masjid. Sampai ada keyakinan (bolehnya) orang sholeh dikubur di dalam masjid.
Bahkan Nabi صلى الله عليه وسلم dikubur di rumah beliau.
Bahwa dimasukannya rumah-rumah Rasululloh صلى الله عليه وسلم termasuk rumah Aisyah kedalam masjid, ini TIDAK BERDASARKAN KESEPAKATAN PARA SHAHABAT.
Bahkan hal ini terjadi setelah sebagian besar para Shahabat telah wafat.
Dan itu terjadi pada sekitar tahun 94 H. Maka bukan perkara yg diperbolehkan oleh para shahabat, bahkan sebagian mereka menyelisihinya. Dan juga termasuk yg menyelisihinya Sa’id bin Musayyib dari kalangan Tabi’in.
Bahwasannya kuburan (kuburan Rasululloh dan 2 orang shabatnya Abu Bakr dan Umar -pent) tidaklah dimasukan dalam Masjid sampai adanya perluasan Masjid. Dikarenakan kuburan tersebut di sebuah kamar tersendiri yg terpisah dari masjid. Dan tidaklah Masjid dibangun diatasnya.
Oleh karenanya tempat ini (kuburan Nabi صلى الله عليه وسلم -pent) sekarang dijaga dan dikelilingi dengan 3 tembok, yg mana tembok tersebut dibuat miring, menyimpang dari kiblat yakni berbentuk segi tiga. Dan tiangnya di sudut sebelah kiri, maka apabila seorang sholat tidaklah menghadapnya. Karena bentuknya miring, menyimpang.
Maka atas dasar ini, BATHIL hujjah yg lemparkan oleh penyembah kubur dengan syubhat mereka.
Majmu’ fatawa wa Rosail Asy Syaikh Ibnu Utsaimin 2/232-233.