Secara bahasa, ittiba’ berarti pengikutan, atau mengikuti jejak dan langkah seseorang.
Sedangkan secara istilah yang dimaksud dengan ittiba’ yang menjadi dasar agama Islam, berarti pengikutan kepada Rosululloh dalam memahami dan menerapkan Islam.
Atau dengan ungkapan yang lebih gamblang, ittiba’ berarti mengikuti dan meneladani Rosululloh , baik dalam aqidah, ucapan, perbuatan maupun dalam apa-apa yang beliau tinggalkan, serta dengan mengamalkan apa yang beliau kerjakan, baik yang berstatus hukum wajib, sunnah, mubah, makruh ataupun haram, disertai niat dan iradah (keinginan) dalam ittiba’ tersebut.
Sedangkan secara istilah yang dimaksud dengan ittiba’ yang menjadi dasar agama Islam, berarti pengikutan kepada Rosululloh dalam memahami dan menerapkan Islam.
Atau dengan ungkapan yang lebih gamblang, ittiba’ berarti mengikuti dan meneladani Rosululloh , baik dalam aqidah, ucapan, perbuatan maupun dalam apa-apa yang beliau tinggalkan, serta dengan mengamalkan apa yang beliau kerjakan, baik yang berstatus hukum wajib, sunnah, mubah, makruh ataupun haram, disertai niat dan iradah (keinginan) dalam ittiba’ tersebut.
RUANG LINGKUP ITTIBA’
Hal-hal yang harus diikuti, dicontoh dan diteladani dari Rosululloh adalah mencakup masalah-masalah aqidah, aqwal (perkataan-perkataan), af’al (perbuatan-perbuatan) dan tark (apa yang beliau tinggalkan). Yaitu dengan mengerjakan hal-hal tersebut sesuai yang dicontohkannya, baik yang berstatus hukum wajib, sunnah, mubah, makruh ataupun haram, disertai niat dan iradah (keinginan) untuk ittiba’ kepadanya.
Ittiba’ kepada Rosululloh dalam i’’tiqadnya berarti seseorang berkeyakinan sebagaimana yang diyakini oleh Rosululloh , disertai keyakinan bahwa ini adalah aqidah Rosululloh .
Ittiba’ kepada Rosululloh dalam perkataannya berarti merealisasikan kandungan perkataannya, bukan hanya sekedar menghafal atau mengulang-ulang lafazhnya saja.
Ketika beliau bersabda:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat sholatku.” (HR. Bukhori)
Maka ittiba’ kepada Rosululloh dalam perkataan (sabda)nya tersebut di atas adalah dengan melaksanakan shalat sebagaimana yang telah beliau contohkan, yaitu sesuai dengan sunnahnya.
Ittiba’ kepada Rosululloh dalam amal perbuatannya berari mengerjakan perbuatan tersebut sebagaimana contoh yang telah beliau kerjakan, disertai keyakinan bahwa amal pebuatan tersebut adalah yang telah dikerjakan oleh Rosululloh .
Sedangkan ittiba’ dalam tark adalah meninggalkan hal-hal yang ditinggalkan oleh Rosululloh sebagaimana yang dicontohkannya, disertai keyakinan bahwa amal tersebut adalah amal perbuatan yang ditinggalkan oleh Rosululloh . Seperti, Rosululloh meninggalkan shalat di saat terbit matahari, maka kitapun meninggalkan shalat pada saat tersebut, sesuai dengan arahannya, disertai keyakinan bahwa ini adalah hal yang ditinggalkan oleh Rosululloh .
KEDUDUKAN ITTIBA’
Kedudukan, urgen dan agungnya ittiba’ dalam syariat Islam terlihat sangat nyata dari hal-hal berikut:
1. Ittiba’ adalah syarat diterimanya ibadah.
Suatu amal perbuatan (ibadah) tidak akan diterima kecuali dengan ittiba’ dan selaras dengan apa yang dicontohkan oleh Rosululloh . Karena bila tidak, maka amal perbuatan tersebut hanya akan menjauhkan pelakunya dari Alloh .
Rosululloh bersabda:
عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ مَنْ عَمِلَ
Al-Hasan al-Bashri berkata:
“Tidak sah suatu perkataan kecuali disertai dengan amal, tidak sah pula perkataan dan perbuatan kecuali disertai dengan niat, serta tidaklah sah suatu perkataan, perbuatan dan niat kecuali bila berdasarkan sunnah.”
Ibnu Rojab berkata:
“Amal perbuatan yang tidak ditujukan untuk mengharap wajah Alloh semata tidak akan mendapatkan pahala bagi pelakunya, maka demikian pula halnya dengan amal perbuatan yang tidak ada perintah Alloh dan Rosul-Nya, maka pasti tertolak dari pelakunya....”
2. Ittiba’ adalah salah satu dari dua pilar Islam, yaitu ikhlash hanya bagi Alloh semata dan ittiba’ kepada Rosululloh .
Alloh berfirman:
“...Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robbnya.” [QS. al-Kahfi (18): 110]
Ibnu Taimiyah berkata:
“Ada dua pilar yang sangat agung bagi kita semua; Pertama: kita tidak diperkenankan beribadah kecuali hanya kepada Alloh . Kedua, kita tidak diperkenankan beribadah kecuali hanya berdasarkan apa yang telah disyariatkan-Nya (melalui Rosul-Nya), tidak beribadah dengan suatu bid’’ah. Dua pilar ini tiada lain merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat.”
3. Ittiba’ adalah sarana dan sebab untuk masuk surga Rosululloh bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan (menolak). Para sahabat bertanya: ‘Wahai Rosululloh, siapakah orang yang enggan tersebut?’ Maka beliau menjawab: Barangsiapa yang mentaatiku, maka akan masuk surga, sedangkan yang bermaksiat kepadaku, maka dialah orang yang enggan tersebut!” (HR. Bukhori)
Az-Zuhri berkata:
اْلاِعْتِصَامُ بِالسُّنَّةِ نَجَاةٌ
“Berpegang teguh kepada sunnah adalah jalan keselamatan.”
4. Ittiba’ adalah dalil (bukti) mahabbah (kecintaan) kepada Alloh .
Alloh berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah Aku, niscaya Alloh mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali 'Imron (3): 31]
5. Ittiba’ adalah sarana paling nyata yang dapat menumbuhkan kecintaan kepada Rosululloh .
Rosululloh bersabda:
(( لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ))
“Tidak beriman (dengan sempurna) salah seorang di antara kalian sehingga menjadikan diriku lebih dicintainya daripada kedua orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia lainnya.” (HR. Bukhori)
Rosululloh pernah bersabda kepada ‘Umar bin al-Khoththob ketika dia menyatakan bahwa beliau adalah orang yang paling dicintainya melebihi siapapun juga kecuali dari dirinya sendiri, maka beliau menjawab:
Rosululloh pernah bersabda kepada ‘Umar bin al-Khoththob ketika dia menyatakan bahwa beliau adalah orang yang paling dicintainya melebihi siapapun juga kecuali dari dirinya sendiri, maka beliau menjawab:
(( لاَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ))
“Tidak demikian halnya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya aku lebih dicintai olehmu walaupun dari dirimu sendiri!” (HR. Bukhori)
Maka tidak ada satu saranapun yang dapat membuktikan kecintaan kita kepada Rosululloh secara hakiki, kecuali dengan meniti jalan ittiba’ dan bersungguh-sungguh dalam menggapai kesempurnaannya.
Maka tidak ada satu saranapun yang dapat membuktikan kecintaan kita kepada Rosululloh secara hakiki, kecuali dengan meniti jalan ittiba’ dan bersungguh-sungguh dalam menggapai kesempurnaannya.
6. Ittiba’ adalah sarana untuk merealisasikan ketaatan kepada Rosululloh dan upaya untuk menghindarkan diri dari ancaman akibat melalaikan ketaatan tersebut.
Alloh berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul....” [QS. an-Nisa’ (4): 59]
Sebaliknya, Alloh mengancam dengan keras kepada orang-orang yang menyelisihi Rosul-Nya :
“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” [QS. an-Nisa’ (4): 115]
Maka tidak ada satu jalanpun bagi seorang hamba untuk dapat merealisasikan ketaatan kepada Rosululloh dan untuk dapat menghindarkan diri dari ancaman akibat melalaikan ketaatan tersebut kecuali dengan ittiba’ dan meneladani Rosululloh .
7. Ittiba’ adalah salah satu sifat yang melekat dengan sangat kuat pada diri kaum mukminin
Alloh berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diajak kepada Alloh dan Rosul-Nya guna menghukum di antara mereka adalah ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itu adalah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Alloh dan Rosul-Nya dan takut kepada Alloh dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” [QS. an-Nur (24): 51-52]
Sebaliknya, Alloh justru meniadakan keimanan dari orang yang menolak untuk mentaati Rosululloh dan tidak ridho kepada hukumnya.
Alloh berfirman:
“Maka demi Robbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 65]
8. Ittiba’ merupakan salah satu bukti ketaqwaan
Alloh berfirman:
“Demikianlah (perintah Alloh). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [QS. al-Hajj (22): 32]
Yang dimaksud dengan “syi’ar- syi’ar Alloh” adalah perintah-perintah dan rambu-rambu agama-Nya yang jelas. Yang paling nyata dan paling tinggi di antaranya adalah mentaati Rosululloh dan ittiba’ kepada syariatnya.
'Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang' (surat Ali 'Imran:31).
"laukana khairan Lasabaquunaa ilaihi" artinya kalaulah seandainya perbuatan/amal itu baik, tentulah para sahabat mendahului kita mengerjakannya).
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yg mukmin & tdk (pula) bagi perempuan yg mukminah, apabila Allah & RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.'' (Al-Ahzab: 36)
Dan janganlah berbuat bidah menambah dan mendahului syariat
Allah وتعالى سبحانه berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
“Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah,dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” ( Qs. Al hasyr/59 :7)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan... dia banyak menyebut Allah”. (Surat Al'Ahzab:21)
wallohu a'lam
Posting Komentar