Sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم merupakan salah satu landasan dan sumber agama kita, yaitu agama Islam. Allah subhanahu wa ta’ala telah menyampaikan di dalam Al Qur`an tentang wajibnya kita untuk mengikuti sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم di dalam segala aspek kehidupan.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” [QS An Nisa`: 59]
Syekh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Begitu pula Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan untuk mengembalikan hukum dan kembali kepada diri Rasul صلى الله عليه وسلم ketika terjadi perselisihan dan pertentangan di masa hidup beliau, dan kepada sunnahnya setelah beliau wafat. Allah berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” [QS An Nisa`: 59]
Di dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas rahimahullah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Saya tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu: kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”
Allah memerintahkan kita untuk mengikuti sunnah beliau dan meninggalkan apa saja yang dilarang oleh beliau. Allah berfirman:
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian maka ikutilah, dan apa saja yang kalian dilarang darinya maka tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras siksaannya.” [QS Al Hasyr: 7]
Ucapan dan perbuatan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bukanlah berdasarkan akal dan hawa nafsu beliau sendiri, namun ia merupakan wahyu yang Allah berikan kepada beliau, sehingga ucapan dan perbuatan beliau juga merupakan landasan agama sebagaimana Al Qur`an juga merupakan landasan agama. Allah ta’ala berfirman:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Demi bintang ketika terbenam. Sahabat kalian (Muhammad) tidaklah sesat dan tidak pula keliru. Tidaklah apa yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS An Najm: 1-4]
Allah ‘azza wa jalla juga menafikan keimanan dari orang-orang yang tidak mau tunduk dan mengikuti hukum yang dibawa oleh Rasul. Allah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka tidaklah, demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS An Nisa`: 65]
Syekh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah di dalam kitabnya Tahkimul Qowanin menerangkan makna ayat di atas: “Allah subhanahu wa ta’ala telah menafikan keimanan dari orang yang tidak mau berhukum dengan hukum Nabi صلى الله عليه وسلمdalam perkara-perkara yang mereka perselisihkan dengan penafian yang tegas dengan pengulangan huruf nafi dan penggunaan qasam (sumpah). Allah berkata (yang artinya): “Maka tidaklah, demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”
Kemudian Allah ta’ala dan Maha Suci belum mengganggap cukup perbuatan mereka yang berhukum kepada Rasul صلى الله عليه وسلم sampai mereka benar-benar menghilangkan rasa berat hati mereka. Allah berfirman (yang artinya): “kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan.”
Sampai kepada perkataan beliau: “Allah ta’ala di sini pun belum menganggap kedua hal tersebut cukup sampai ditambahkan unsur penerimaan/kerelaan. Ini merupakan kesempurnaan ketundukan kepada hukum beliau صلى الله عليه وسلم dari segi bahwa diri mereka tidak memiliki keterkaitan dengan segala sesuatu dan berserah diri kepada hukum yang benar dengan penyerahan diri yang sempurna.” Selesai penukilan kalam Syekh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
Allah subhanahu wa ta’ala juga mengancam untuk menimpakan fitnah kepada orang-orang yang menyelisihi sunnah Rasul. Allah berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” [QS An Nur: 63]
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Tahukah engkau apakah fitnah itu? Fitnah itu adalah syirik. Bisa jadi bila dia menolak sebagian sabda beliau akan timbul di dalam dirinya kesyirikan sehingga dia menjadi binasa.”
Demikianlah sekelumit ayat dan hadits -dari sekian banyak ayat dan hadits- yang memerintahkan kita untuk mengikuti sunnah nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم . Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mengikuti sunnah Rasul صلى الله عليه وسلم sampai kita diwafatkan oleh Allah. Amin ya Robbal ‘alamin.
والله أعلمُ بالـصـواب
Posting Komentar