Kita
sering mendengar kata istighosah. Gampangnya, istighosah adalah meminta
pertolongan agar dihilangkan atau terlepas dari bala bencana.
Istighosah berisi do’a permintaan pada Allah, itulah yang diperintahkan.
Jika istighosah ditujukan pada makhluk yang ia mampu memenuhinya adalah
boleh. Yang bermasalah adalah jika istighosah tersebut ditujukan pada
makhluk dalam perkara yang hanya bisa dipenuhi oleh Allah. Yang
disebutkan terakhir ini termasuk syirik bahkan syirik akbar.
Ditambah lagi istighosah sering ditambah dengan tumbal atau sesaji yang ini ditujukan pada penjaga laut atau penjaga kaki gunung. Inilah tradisi yang masih laris manis di masyarakat kita yang tidak jauh dari kesyirikan.
Memahami Istighosah
Ibnu Taimiyah berkata bahwa makna istighotsah adalah,
Istighosah termasuk do’a. Namun do’a sifatnya lebih umum karena do’a mencakup isti’adzah (meminta perlindungan sebelum datang bencana) dan istighosah (meminta dihilangkan bencana).[3]
Istighosah adalah Ibadah
Dalil-dalil berikut menunjukkan bahwa istighosah termasuk ibadah dan tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
Ayat di atas menunjukkan pula bahwa pada hakekatnya, setiap bencana dan musibah yang menghilangkan adalah Allah semata. Jika ada suatu perkara bisa dihilangkan oleh makhluk dalam perkara yang ia mampu, maka itu hanyalah sebab. Namun hakekatnya Allah yang menakdirkan itu semua dengan izin-Nya.[6] Sehingga jika seseorang menujukan satu amalan kepada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, maka itu termasuk kesyirikan.
Mayoritas orang yang melakukan istighosah dan do’a adalah dalam rangka meminta rizki. Dan rizki adalah sesuatu yang diberi atau dihadiahi. Di dalamnya termasuk kesehatan, keselamatan, harta, makanan, tempat tinggal, hewan tunggangan, dan segala hal yang dibutuhkan oleh seseorang.[7] Dalam meminta rizki, kita diperintahkan untuk berharap pada Allah saja sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Orang-orang yang berdo’a termasuk di dalamnya istighosah disebut orang yang sesat sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Yang bisa mengabulkan do’a ketika seseorang dalam kesulitan (baca: istighosah) hanyalah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,
Masih banyak ayat-ayat yang semisal di atas. Intinya, ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa istoghosah kepada selain Allah termasuk bagian dari do’a. Sedangkan do’a adalah ibadah. Begitu pula istighosah adalah ibadah. Dan memalingkan ibadah kepada selain Allah termasuk kekufuran dan syirik.[10]
Kapan Istighosah Termasuk Syirik?
Sebagaimana telah dipahami bahwa istighosah adalah meminta pertolongan agar terhindar dari kesulitan, maka tidak boleh hal ini ditujukan selain pada Allah terkhusus pada hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah semata. Karena istighosah bisa saja diminta dari makhluk yang mampu memenuhinya.
Syaikh Sholih Alu Syaikh hafizhohullah berkata, “Sebagian ulama memberikan ketentuan kapan istighosah termasuk syirik akbar, yaitu ketika istighosah ditujukan pada makhluk yang mereka sebenarnya tidak mampu memenuhinya. Sebagian lagi berkata bahwa istighosah adalah meminta pertolongan dihilangkan bencana pada makhluk pada perkara yang tidak dimampui selain Allah. Pendapat terakhir, itulah yang lebih tepat.”[11]
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa jika seseorang meminta tolong pada orang lain ketika ia akan tenggelam dan ini termasuk istighosah, maka ketika orang yang dimintai tolong tidak mampu menolong, itu belum tentu termasuk syirik akbar. Karena istighosah yang termasuk syirik akbar adalah meminta tolong pada makhluk pada perkara yang tidak dimampui selain Allah. Sedangkan menolong orang yang tenggelam mampu dilakukan oleh makhluk, namun ada yang tidak bisa memenuhinya. Sehingga kapan istighosah dikatakan syirik akbar sangat baik jika yang jadi pegangan adalah kriteria kedua sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Sholih Alu Syaikh di atas. Istighosah termasuk syirik akbar jika permintaan tolong tersebut ditujukan pada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dipenuhi oleh Allah, tidak yang lainnya.[12]
Tradisi Istighosah Disertai Tumbal
Jelas sekali jika istighosah dilakukan dengan meminta pada penjaga laut atau penjaga gunung agar terlepas dari bencana dinilai sebagai kesyirikan bahkan syirik akbar. Namun istighosah yang dilakukan saat ini kadang terlihat islami karena dilakukan dengan berdo’a meminta pada Allah. Akan tetapi sayangnya ritual istighosah diikuti dengan kesyirikan seperti disertai dengan ritual tumbal kepada penjaga kaki gunung. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di kaki Gunung Merapi berikut ini:
Dalam ayat, Allah Ta’ala berfirman,
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa menyembelih adalah suatu ibadah dan seseorang tidak boleh beribadah pada jin atau setan, walaupun dinyatakan hal itu akan mendatangkan manfaat, atau menolak bahaya. Ini adalah keyakinan batil dan termasuk syirik kepada Allah, serta termasuk meminta tolong pada setan.
Lihat bahasan: Jembatan Ambruk karena Tidak Ada Tumbal.
Basmi Kesyirikan
Perlu kita sadari bahwa kesyirikan masih laris manis di negeri kita. Tugas kita sebagai generasi muda untuk memberantas tradisi tersebut dengan mendakwahkannya lewat cara yang santun dan lemah lembut. Dan tentu saja hal ini butuh ilmu tentang tauhid dan perlu ada kesabaran untuk mendakwahinya. Dakwah tentu saja tidak bisa mengubah keadaan masyarakat dalam waktu semalam, namun butuh bertahap dan butuh akan kesabaran yang besar. Bahaya syirik tetap harus terus kita terangkan pada masyarakat. Di antaranya syirik bisa menghapus amalan kebaikan seorang muslim sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Kaum muslimin perlu diberikan penerangan bahwa sebenarnya bukan dengan memberikan tumbal atau sesajen pada penjaga gunung atau penjaga laut yang bisa membuat bencana itu reda atau hilang. Karena syirik adalah sebab utama yang mendatangkan murka dan siksa Allah, serta menjauhkan seseorang dari rahmat Allah. Bagaimana kita mau lepas dari bencana sedangkan yang kita lakukan mendatangkan murka-Nya?
Lihat bahasan: Bahaya Jika Kita Berbuat Syirik.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk terus dapat mentauhidkan-Nya, menjauhkan kita dari segala macam kesyirikan serta semoga semakin hidup generasi-generasi dengan akidah yang kokoh dan yang berpegang dengan cara beragama yang diajarkan salafush sholih.
Referensi:
Ditambah lagi istighosah sering ditambah dengan tumbal atau sesaji yang ini ditujukan pada penjaga laut atau penjaga kaki gunung. Inilah tradisi yang masih laris manis di masyarakat kita yang tidak jauh dari kesyirikan.
Memahami Istighosah
Ibnu Taimiyah berkata bahwa makna istighotsah adalah,
طَلَبِ الْغَوْثِ
“Meminta bantuan (pertolongan).”[1] Yang dimaksud adalah meminta dihilangkan kesulitan.[2]Istighosah termasuk do’a. Namun do’a sifatnya lebih umum karena do’a mencakup isti’adzah (meminta perlindungan sebelum datang bencana) dan istighosah (meminta dihilangkan bencana).[3]
Istighosah adalah Ibadah
Dalil-dalil berikut menunjukkan bahwa istighosah termasuk ibadah dan tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا
تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ
فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (106) وَإِنْ يَمْسَسْكَ
اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ
فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (107)
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zalim”. Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada
yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 106-107). Guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan berdo’a kepada selain Allah dan termasuk syirik yang menafikan tauhid.”[4]
Syaikh Sholih Al Fauzan berkata mengenai ayat 107 bahwa do’a dan ibadah
lainnya hanya boleh ditujukan pada Allah dan do’a yang ditujukan pada
selain-Nya termasuk kesyirikan karena tidak dapat mendatangkan manfaat
dan menolak bahaya.[5]Ayat di atas menunjukkan pula bahwa pada hakekatnya, setiap bencana dan musibah yang menghilangkan adalah Allah semata. Jika ada suatu perkara bisa dihilangkan oleh makhluk dalam perkara yang ia mampu, maka itu hanyalah sebab. Namun hakekatnya Allah yang menakdirkan itu semua dengan izin-Nya.[6] Sehingga jika seseorang menujukan satu amalan kepada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, maka itu termasuk kesyirikan.
Mayoritas orang yang melakukan istighosah dan do’a adalah dalam rangka meminta rizki. Dan rizki adalah sesuatu yang diberi atau dihadiahi. Di dalamnya termasuk kesehatan, keselamatan, harta, makanan, tempat tinggal, hewan tunggangan, dan segala hal yang dibutuhkan oleh seseorang.[7] Dalam meminta rizki, kita diperintahkan untuk berharap pada Allah saja sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِنَّ
الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ
إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah
berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain
Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu
di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al ‘Ankabut: 17).
Syaikh Muhammad At Tamimi menyebutkan dalam kitab tauhid tentang fawaid
dari ayat ini di mana beliau berkata, “Meminta rizki tidak boleh ditujukan selain pada Allah semata. Sebagaimana meminta surga tidak boleh meminta kecuali dari-Nya.”Orang-orang yang berdo’a termasuk di dalamnya istighosah disebut orang yang sesat sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَمَنْ
أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ (5) وَإِذَا
حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ
كَافِرِينَ (6)
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru
(berdo’a pada) sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat
memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari
(memperhatikan) doa mereka?” Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari
kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan
mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS. Al Ahqaf: 5-6). Yang dimaksud “sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya”
bukanlah berhala. Karena yang digunakan kata “مَنْ”, maka yang dimaksud
adalah orang berakal. Sehingga yang dimaksud adalah mayit dan bukan
berhala. Jadi ayat ini dimaksudkan bahwa orang yang berdo’a pada selain
Allah (termasuk istighosah), maka ia benar-benar sesat dan tidak ada
yang lebih sesat darinya.[8]Yang bisa mengabulkan do’a ketika seseorang dalam kesulitan (baca: istighosah) hanyalah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ
مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam
kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah
disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62). Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin berkata, “Jika selain Allah tidak bisa mengabulkan do’a hingga
hari kiamat, bagaimana mungkin engkau menjadikan selain Allah sebagai
tempat untuk berisitghosah?” Sehingga sungguh batil ketergantungan para
hamba selain Allah ini dengan sesembahan-sesembahan mereka.”[9]Masih banyak ayat-ayat yang semisal di atas. Intinya, ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa istoghosah kepada selain Allah termasuk bagian dari do’a. Sedangkan do’a adalah ibadah. Begitu pula istighosah adalah ibadah. Dan memalingkan ibadah kepada selain Allah termasuk kekufuran dan syirik.[10]
Kapan Istighosah Termasuk Syirik?
Sebagaimana telah dipahami bahwa istighosah adalah meminta pertolongan agar terhindar dari kesulitan, maka tidak boleh hal ini ditujukan selain pada Allah terkhusus pada hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah semata. Karena istighosah bisa saja diminta dari makhluk yang mampu memenuhinya.
Syaikh Sholih Alu Syaikh hafizhohullah berkata, “Sebagian ulama memberikan ketentuan kapan istighosah termasuk syirik akbar, yaitu ketika istighosah ditujukan pada makhluk yang mereka sebenarnya tidak mampu memenuhinya. Sebagian lagi berkata bahwa istighosah adalah meminta pertolongan dihilangkan bencana pada makhluk pada perkara yang tidak dimampui selain Allah. Pendapat terakhir, itulah yang lebih tepat.”[11]
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa jika seseorang meminta tolong pada orang lain ketika ia akan tenggelam dan ini termasuk istighosah, maka ketika orang yang dimintai tolong tidak mampu menolong, itu belum tentu termasuk syirik akbar. Karena istighosah yang termasuk syirik akbar adalah meminta tolong pada makhluk pada perkara yang tidak dimampui selain Allah. Sedangkan menolong orang yang tenggelam mampu dilakukan oleh makhluk, namun ada yang tidak bisa memenuhinya. Sehingga kapan istighosah dikatakan syirik akbar sangat baik jika yang jadi pegangan adalah kriteria kedua sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Sholih Alu Syaikh di atas. Istighosah termasuk syirik akbar jika permintaan tolong tersebut ditujukan pada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dipenuhi oleh Allah, tidak yang lainnya.[12]
Tradisi Istighosah Disertai Tumbal
Jelas sekali jika istighosah dilakukan dengan meminta pada penjaga laut atau penjaga gunung agar terlepas dari bencana dinilai sebagai kesyirikan bahkan syirik akbar. Namun istighosah yang dilakukan saat ini kadang terlihat islami karena dilakukan dengan berdo’a meminta pada Allah. Akan tetapi sayangnya ritual istighosah diikuti dengan kesyirikan seperti disertai dengan ritual tumbal kepada penjaga kaki gunung. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di kaki Gunung Merapi berikut ini:
Suharno,
pemimpin ritual, kepada tim CyberNews, Selasa (15/3), mengungkapkan,
“Ini adalah ritual pertama yang dilakukan warga Srumbung. Selain itu
akan dilakukan juga istighosah di lereng merapi, sebagai bentuk
permohonan kepada Allah SWT agar kami diberi kekuatan dan keselamatan
dalam menghadapi cobaan dan musibah panjang ini”
Dalam
ritual tersebut juga diikuti penanaman dua pasang kepala kerbau jantan
dan betina sebagai tumbal kepada Merapi yang dilakukan di Jurang Jero,
yang berjarak 40 km dari puncak Merapi.
Ritual tersebut, dijelaskan Suharno, sebagai bentuk komunikasi dan hubungan antara manusia dengan alam.
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah” (HR. Muslim no. 1978).Dalam ayat, Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al An’am: 162). Yang dimaksud nusuk
adalah sembelihan dan dalam ayat ini digandengkan dengan perkara
shalat. Sebagaimana seseorang tidak boleh shalat kepada selain Allah,
begitu pula dalam hal menyembelih. Dalam ayat lain disebutkan,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (menyembelihlah)” (QS. Al Kautsar: 2). Menyembelih dalam ayat ini digandengkan dengan shalat.Penjelasan di atas menunjukkan bahwa menyembelih adalah suatu ibadah dan seseorang tidak boleh beribadah pada jin atau setan, walaupun dinyatakan hal itu akan mendatangkan manfaat, atau menolak bahaya. Ini adalah keyakinan batil dan termasuk syirik kepada Allah, serta termasuk meminta tolong pada setan.
Lihat bahasan: Jembatan Ambruk karena Tidak Ada Tumbal.
Basmi Kesyirikan
Perlu kita sadari bahwa kesyirikan masih laris manis di negeri kita. Tugas kita sebagai generasi muda untuk memberantas tradisi tersebut dengan mendakwahkannya lewat cara yang santun dan lemah lembut. Dan tentu saja hal ini butuh ilmu tentang tauhid dan perlu ada kesabaran untuk mendakwahinya. Dakwah tentu saja tidak bisa mengubah keadaan masyarakat dalam waktu semalam, namun butuh bertahap dan butuh akan kesabaran yang besar. Bahaya syirik tetap harus terus kita terangkan pada masyarakat. Di antaranya syirik bisa menghapus amalan kebaikan seorang muslim sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 88).Kaum muslimin perlu diberikan penerangan bahwa sebenarnya bukan dengan memberikan tumbal atau sesajen pada penjaga gunung atau penjaga laut yang bisa membuat bencana itu reda atau hilang. Karena syirik adalah sebab utama yang mendatangkan murka dan siksa Allah, serta menjauhkan seseorang dari rahmat Allah. Bagaimana kita mau lepas dari bencana sedangkan yang kita lakukan mendatangkan murka-Nya?
Lihat bahasan: Bahaya Jika Kita Berbuat Syirik.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk terus dapat mentauhidkan-Nya, menjauhkan kita dari segala macam kesyirikan serta semoga semakin hidup generasi-generasi dengan akidah yang kokoh dan yang berpegang dengan cara beragama yang diajarkan salafush sholih.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
- Al Mulakhosh fii Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1422 H.
- Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Darul ‘Ashimah.
- At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan kedua, 1433 H.
- Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta’, cetakan ketujuh, 1431 H.
- Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
Posting Komentar